Thursday, February 12, 2015

A Lemon Night

Sudah hampir satu jam aku di kamar ini. Bersamanya, di malam tepat 8 bulan setelah kami memutuskan berkomitmen untuk sesuatu yg lebih serius.
Kulihat dia, dengan wajah serius sedang berkutat dengan komputernya. Dengan setumpuk kertas yg masih tergeletak disamping meja kerjanya. Katanya masih ada pekerjaan menumpuk yg harus ia kerjakan. Dia membuka lembar demi lembar kertas yg menumpuk tadi, dibaca, lalu jemarinya mulai bergerak diatas keyboard komputernya, berkali-kali. Dan dia mengacuhkanku.

Kualihkan pandanganku ke rak buku yg ada di samping meja kerjanya. Kutelusuri jajaran buku disana, berharap ada buku menarik yg bisa kubaca.

Ah, aku benar2 tak tertarik membaca satu bukupun. Tak ada novel romantis, tak ada komik yg berjajar, atau mungkin beberapa buku tentang psikologi. Yang kulihat hanya sederet buku nasionalisme, buku tentang keuangan maupun buku kewirausahaan. Aku benar-benar bosan menunggu.

Aku mencari perhatiannya.
Kukatakan aku lapar. Dia hanya bilang, "Kalau lapar, makan, sayang. Di depan ada yg jualan bakso. Uangnya ada di dompet di atas lemari" Tanpa melepaskan pandangan dari komputernya.

Lalu, ku gulingkan badanku ke kiri dan kanan. Dan dia bilang.
"Ngapain? Kalau mau tidur, tidur yg bener." Dia masih saja tak melihatku.

"Aku ingin kamu. Aku ingin pelukan." Jeritku dalam hati.

Lalu, ku coba memutar lagu-lagu kesukaannya. Dia tetap tak bergeming. Jemarinya masih sibuk menari diatas keyboard, dan matanya masih tetap lekat memandang layar komputer.
Aku bosan. Lalu kupeluk ia dari balik punggungnya. Tangan kirinya memegang tanganku yg melingkar di pinggangnya. Sedangkan tangan kanannya masih saja menelusuri keyboard.

Dia mencium pipi kananku. Dia bilang, " i'll finish my work then I am yours, okay dear?" Katanya untuk membujukku yg dari tadi hanya cemberut.

"Okay. Do it quickly." Kataku akhirnya. Pasrah.

Setengah jam berlalu, belum terlihat jika pekerjaannya akan selesai.
45 menit kemudian. Lalu satu jam. Ah. Aku benar-benar tak tahan.

"Ngapain tadi minta aku kesini kalo kamu cuma berkutat sama komputermu." Kataku sinis.
"Udah dua jam aku disini dan kamu masih aja memandangi layar itu. Aku bosan." Kuberi penekanan pada kata bosan.
"At least ajak aku bicara. Kalo emang kamu mau fokus nyelesain pekerjaanmu dan tak ingin diganggu, jangan ajak aku kesini. Kamu tahu kan aku bosan kalo nggak ada yg bisa aku kerjakan. Lebih baik aku pu..."
Kalimatku menggantung. Bibirnya sudah menyentuh bibirku, tepat ketika aku mengatakan bahwa aku ingin pulang.

"Maaf karena sudah mengabaikanmu malam ini." Lalu ia memelukku. Erat.
Dia mencium keningku. Ah, aku tahu dia tak ingin aku pulang.

"I've finished my work. Then?"
"You're mine."
Lalu dia kembali mencium bibirku. Kali ini lebih terasa lembut dan hangat.

"If you didn't finish your work, I planned to kill you" kataku padanya yg memandangiku dengan senyum di bibirnya.

"Kalo kamu bunuh aku, siapa yg mau nyuekin kamu? Siapa yg mau meluk kamu kalo lagi nangis? Yg beliin kembang gula?"
Dia melirikku sambil memainkan alisnya naik turun, menggodaku.
"Nyebelin."

Dan kami menghabiskan malam itu berdua, dengan aroma lemon didalam kamarnya.