Untukmu, yang sering datang lalu menghilang.
Terimakasih untuk waktu yang kau berikan untukku.
Terimakasih karena hadirmu membuatku jatuh cinta lagi.
Aku mengenal sosokmu beberapa tahun yang lalu. Saat
itu, kamu sudah berdua. Memiliki kekasih dan terlihat bahagia. Dan aku hanya
bisa menjadi seorang kawan. Yang akan memarahimu jika kekasihmu lebih dari
satu. Akan menjadi seorang kakak, yang akan menasehatimu jika kau masih belum
memutuskan hubungan dengan kekasihmu yang lain.
Lalu tiba-tiba kau menghilang, tanpa kabar ataupun
selamat tinggal. Aku masih baik-baik saja saat itu, karena aku juga berkasih.
Aku masih menganggapmu seorang kawan. Tidak lebih. Setelah menghilang,
tiba-tiba kau muncul dengan cerita lain tentang kekasihmu. Kau berganti
kekasih, meski masih saja kau punya lebih dari satu kekasih. Dan aku tetap
menjadi seorang kawan. Tidak lebih.
Semua berubah ketika kau mulai memperhatikanku.
Ketika kau bersikap manis padaku. Dan aku mulai menyukainya. Aku suka kau
ketika kau marah saat aku sedang bersama kekasihku, dan aku merasa berharga
saat itu.
Lalu, aku mencoba bermain api. Menyukaimu meski aku
masih berkasih dengannya. Merasa bahagia saat kau memperhatikanku meski aku
memperhatikannya. Dan kita mulai menulis cerita tentang aku dan kamu.
Kita memang bukan kekasih, tapi aku menyukaimu saat
itu dan kau juga menyukaiku, mungkin. Cerita tentang aku dan kamu memang
berjalan singkat, karena aku memilih untuk kembali padanya. Kembali kepada
kekasihku yang sudah bersamaku beberapa tahun. Kau kecewa. Dan kau menghilang
tiba-tiba.
Setahun kemudian, aku berpisah dengan kekasihku. Dan
aku juga kehilangan dirimu. Aku menjalani hidupku tanpa seorang kekasih, tanpa
seorang lelaki spesial. Dan suatu hari, tiba-tiba kau muncul dengan kekasih
baru. Teman kuliahmu. Tanpa sadar, aku merasa sakit. Aku cemburu. Aku berharap
dia bukan kekasihmu satu-satunya. Agar suatu hari kau bisa meninggalkannya, tapi
kau bertahan. Aku kecewa.
Kau sering muncul saat itu, mengirimiku pesan
singkat. Menggodaku. Keadaan berbalik. Aku menyukaimu ketika kau sudah punya
kekasih. Tapi terkadang rasanya sakit, ketika kau menceritakan tentang
kekasihmu, menceritakan tentang hal-hal yang kalian lakukan berdua, bahkan aku
terluka ketika kau menyebutkan namanya.
Aku mulai menjauh saat itu, karena inginku kau
bahagia bersamanya tanpa ada aku di dalamnya. Karena dua menggenapkan, namun
tiga melenyapkan.
Sejak saat itu, kau menghilang lagi, dan aku tak
memikirkannya. Lalu tiba-tiba kau datang ketika aku sudah melupakanmu.
Mengingatkanku tentang perasaan yang pernah ada untukmu. Anehnya, aku bahagia
saat itu. Bahagia bisa mendengarkan suaramu lagi, dan hatiku menghangat. Sejak
saat itu, aku menyadari satu hal. Aku menyukaimu dan hatiku tak bisa lepas
darimu.
Aku mulai menulis tentang cerita aku dan kamu.
Tentang kita yang saling merasa nyaman meski tanpa sebuah komitmen. Tentang aku
yang menyukaimu meski kamu masih berdua dengannya. Tentang kamu yang memberikan
harapan saat aku sudah mulai putus asa dengan cinta. Dan semua tentang kita.
Tiba-tiba aku tersadar, aku tak bisa terus menerus
hidup seperti ini. Aku hanya punya dua pilihan saat itu. Berhenti mencintaimu
dan terluka karena meninggalkanmu, atau aku tetap disampingmu meski terluka
saat kau bersamanya. Dan aku memutuskan berhenti. Bukan berhenti menyukaimu,
melainkan berhenti untuk berada di sampingmu.
Tapi sepertinya kau tak benar-benar bisa melepasku.
Aku ingat, malam ketika aku berkata “I quit” kau meminta maaf saat itu. Meminta
maaf untuk semua luka yang kau beri untukku tapi kau tetap saja ingin
mengirimiku pesan singkat dan masih ingin menghubungiku meski aku sudah
berhenti untuk berada disampingmu.
Seminggu berlalu, dan sepertinya aku salah. Bukan
kamu yang tak bisa melepasku, melainkan aku yang masih tak ingin pergi dari sisimu.
Aku memberanikan diri untuk menghubungimu, mengirimimu pesan singkat dan
mengakui perasaanku. Dan kau menerimanya.
Lalu beberapa hari kemudian, kau bilang kau sudah
tak berkasih. Kekasihmu menyerah untuk berada disisimu dan kau melepasnya. Jika
teringat tentang kekasih lamamu, terkadang aku berfikir bahwa aku terlalu jahat
karena menyukaimu meski kau memilikinya. Merasa egois, karena aku mementingkan
kebahagiaanku tanpa memikirkan lukanya.
Dan sekarang, aku benar-benar menulis cerita tentang
aku dan kamu. Tanpa ada orang ketiga dalam hubungan kita. Aku semakin
menyukaimu. Menyukai caramu menyayangiku. Menyukai caramu mengungkapkan
perasaanmu. Aku menyukai segala hal tentang kamu saat ini.
Kau tahu? Aku menyukai cara sederhanamu mencintaiku.
Tidak berlebih. Kau bahkan jarang bersikap romantis. Kau malah sering
meledekku, menggodaku. Dan aku menyukainya. Tapi terkadang aku tak suka sifatmu
yang menutup diri. Aku juga ingin kau anggap sebagai kawan yang selalu bisa
mendengarkanmu. Atau bahkan jika kau ingin menangis, aku akan mendengarnya.
Tulus. Berapa kalipun dan bagaimanapun kamu menangis, aku akan tetap
menyayangimu. Aku akan selalu berusaha tetap disampingmu, bagaimanapun
keadaannya, karena hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.
Aku tidak terlalu berharap lebih dari hubungan kita.
Aku hanya ingin menikmati cinta yang kita rasakan saat ini. Aku hanya ingin
memilikimu sendiri untuk saat ini. Tapi suatu hari, mungkin aku akan
menginginkan lebih. Menginginkanmu menjadi pendamping hidupku, menginginkanmu
selalu berada disisiku. Menginginkanmu untuk melengkapi hidupku. Dan menginginkanmu untuk menikmati masa senja
kita, bersama. Dan semoga Tuhan mendengar dan mengabulkan apa yang kuinginkan.
No comments:
Post a Comment